Sepuluh Cara Materi Gelap Menjelaskan Alam Semesta (Bagian 2)

Kelanjutan dari artikel: Sepuluh Cara Materi Gelap Menjelaskan Alam Semesta

7. Disintegrasi Higgs Boson Menjadi Materi Gelap

disintegrasi-higgs-boson-menjadi-materi-gelap-informasi-astronomi
Kredit foto: CERN

Dikembangkan pada 1970-an, Model Standar fisika partikel adalah seperangkat teori yang memprediksi semua partikel subatomik yang diketahui di Alam semesta dan bagaimana mereka berinteraksi. Dengan konfirmasi pada tahun 2012 tentang keberadaan Higgs boson (juga dikenal sebagai “God particle”), Model Standar fisika partikel dapat diselesaikan. Sayangnya, model tersebut tidak menjelaskan semuanya, terutama tentang materi gelap, gaya gravitasi yang mempertahankan galaksi untuk tidak tercerai-berai.

Massa partikel Higgs juga tampak terlalu rendah bagi beberapa ilmuwan. Hal itu mendorong para periset di Universitas Teknologi Chalmers untuk mengajukan sebuah model baru berdasarkan supersimetri, yang memberikan setiap partikel yang dikenal di Model Standar sebuah pasangan yang lebih berat. Menurut teori baru ini, sebagian kecil partikel Higgs akan luruh menjadi foton (partikel ringan) dan dua gravitinos (partikel materi gelap). “Jika sesuai, maka model supersimetri benar-benar akan mengubah pemahaman kita tentang blok bangunan fundamental alam,” kata Christoffer Petersson dari Chalmers. Model ini akan diuji di Large Hadron Collider di Swiss.

6. Materi Gelap di Matahari

materi-gelap-di-matahari-informasi-astronomi
Kredit foto: NASA

Bergantung pada metode yang digunakan untuk menganalisis Matahari, jumlah unsur yang lebih berat daripada hidrogen atau helium berfluktuasi antara 20 hingga 30 persen. Kita dapat mengukur masing-masing elemen tersebut dengan melihat spektrum cahaya yang dipancarkannya, seperti sidik jari yang berbeda, atau dengan mempelajari bagaimana hal itu mempengaruhi gelombang suara yang melintasi Matahari, yang kemudian menyebabkan perubahan kecil pada kecerahan Matahari. Perbedaan misterius antara kedua pengukuran unsur Matahari disebut kelimpahan unsur Matahari. Kita memerlukan pengukuran unsur secara akurat untuk memahami komposisi kimiawi, kepadatan dan suhu Matahari.

Dalam banyak hal, pengukuran ini juga akan membantu kita untuk memahami komposisi dan perilaku bintang-bintang lain beserta planet dan galaksi mereka. Selama bertahun-tahun, para ilmuwan tidak dapat merancang solusi yang bisa diterapkan. Kemudian, seorang fisikawan astropartikel bernama Aaron Vincent dan rekan-rekannya mengajukan gagasan tentang materi gelap di bagian inti Matahari sebagai jawaban yang mungkin untuk permasalahan ini. Setelah menjalankan banyak simulasi, mereka menghasilkan sebuah teori yang sepertinya berhasil diterapkan. Namun, simulasi tersebut termasuk jenis materi gelap khusus, yang disebut “materi gelap asimetris yang berinteraksi lemah,” bisa berupa materi atau anti materi tapi tidak keduanya.

Dari pengukuran gravitasi, para ilmuwan tahu bahwa lingkaran halo materi gelap mengelilingi Matahari. Partikel materi gelap asimetris tidak mengandung banyak antimateri, sehingga bisa bertahan ketika melakukan kontak dengan materi normal dan terbentuk di inti Matahari. Partikel-partikel ini juga diyakini menyerap energi di pusat Matahari dan kemudian memindahkan panas ke bagian tepi terluar, yang dapat menjelaskan kelimpahan unsur Matahari. “Keuntungan utama dari teori materi gelap asimetris adalah banyak hal yang dapat diakumulasikan di Matahari, ketika Matahari bergerak melalui awan materi gelap yang meliputi Bima Sakti,” kata Vincent. “Jika materi gelap memusnahkan dirinya sendiri, maka materi gelap akan lenyap sebelum memindahkan sejumlah panas yang cukup besar dari inti Matahari.”

5. Materi Gelap mungkin Makroskopis

materi-gelap-mungkin-makroskopis-informasi-astronomi
Kredit foto: NASA, ESA, M.J. Jee dan H. Ford

Para periset di Case Western Reserve telah mempertanyakan apakah para ilmuwan mencari materi gelap di tempat yang tepat. Secara khusus, mereka mengajukan gagasan bahwa materi gelap tidak terbentuk dari partikel-partikel kecil seperti WIMP (weakly interacting massive particles), namun merupakan objek makroskopik yang ukurannya berkisar antara beberapa ons hingga sebesar asteroid.

Namun, para ilmuwan ini membatasi teori mereka tentang ke mana harus mencari materi gelap dengan mempertimbangkan apa yang telah diamati di ruang angkasa. Hal ini membuat mereka percaya bahwa Model Standar fisika partikel akan memberikan jawabannya. Mereka tidak mempercayai bahwa sebuah model baru diperlukan untuk menjelaskan materi gelap. Para periset telah menduga bahwa objek materi gelap tergolong sebagai ‘makro’. Memang mereka tidak menyarankan agar kita menghilangkan WIMPS dan axion (interaksi lemah partikel bermassa rendah) dari perhitungan, namun kita dapat memperluas pencarian materi gelap dengan memasukkan kandidat-kandidat lainnya. Ada contoh materi yang tidak tergolong sebagai materi biasa maupun unik, yang belum pernah diteliti namun termasuk dalam parameter Model Standar.

“Komunitas ilmuwan sepertinya telah berpaling dari gagasan bahwa materi gelap dapat terbentuk dari materi normal di akhir tahun 1980-an,” kata Glenn Starkman, seorang profesor di bidang fisika. “Kami bertanya, apakah hal itu benar, dan bagaimana kita tahu materi gelap bukanlah materi normal, yang bisa terbuat dari quark dan elektron?”

4. Deteksi Materi Gelap Menggunakan GPS

deteksi-materi-gelap-menggunakan-gps-informasi-astronomi

Dua fisikawan telah mengajukan gagasan untuk menggunakan satelit-satelit GPS sebagai salah satu upaya menemukan materi gelap, yang menurut para ilmuwan kemungkinan bukanlah partikel-partikel seperti yang biasa diasumsikan, melainkan berupa celah pada struktur ruang dan waktu. “Penelitian kami mengejar gagasan bahwa materi gelap dapat menjadi kumpulan besar mirip gas dari keretakan topologikal, atau celah energi,” kata Andrei Derevianko dari Universitas Nevada. “Kami mengusulkan untuk mendeteksi keretakan topologikal, saat materi gelap menyapu kita menggunakan sebuah jaringan jam atom sensitif. Idenya adalah, ketika jam atom tidak dapat melakukan sinkronisasi, kita akan mengetahui bahwa keretakan topologikal dari materi gelap telah melintas.

Sebenarnya, kita memiliki bayangan untuk menggunakan jajaran GPS sebagai detektor materi gelap terbesar. “Para periset menganalisis data dari 30 satelit GPS untuk melihat apakah teori mereka masuk akal. Jika materi gelap memang mirip gas, maka Bumi akan melewatinya saat mengorbit galaksi. Gumpalan materi gelap akan bertindak seperti angin, dan saat melakukan kontak dengan Bumi maka akan menyebabkan jam GPS di satelit dan di permukaan akan kehilangan sinkronisasi sekali setiap sekitar tiga menit. Para ilmuwan harus bisa memantau setiap ketidaksesuaian hingga hitungan sepermiliar detik.

Kelanjutan artikel: Sepuluh Cara Materi Gelap Menjelaskan Alam Semesta (Bagian 3)

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Sepuluh Cara Materi Gelap Menjelaskan Alam Semesta (Bagian 2)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel